Kontroversi Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang, SOP Penggunaan Senpi Dipertanyakan
jateng.jpnn.com, SEMARANG - Peristiwa penembakan yang menewaskan seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang berinisial GRO (17) memicu perhatian luas. GRO, yang dikenal sebagai anggota aktif paskibra (pasukan pengibar bendera) meninggal dunia pada Minggu (24/11) setelah sempat dirawat di IGD RSUP dr. Kariadi.
Insiden ini melibatkan seorang anggota Polrestabes Semarang berinisial Bripka R yang menembak saat diduga terjadi tawuran antarkelompok remaja.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jawa Tengah Anindya Ichanaya Devi menilai tindakan polisi tersebut perlu dipertanyakan.
Menurutnya, penggunaan senjata api oleh polisi seharusnya mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang ketat.
"Penggunaan senjata api hanya diperbolehkan dalam situasi sangat membahayakan dan menjadi opsi terakhir. Ada pertanyaan besar, mengapa keputusan untuk menembak langsung dibuat terhadap anak di bawah umur?" ujar Anindya, Rabu (27/11).
Anindya juga mempertanyakan penerapan tembakan peringatan yang biasanya diklaim oleh kepolisian. "Tembakan peringatan, sesuai SOP, harus diarahkan ke atas atau ke bawah, bukan ke kerumunan. Apakah ini benar-benar dilaksanakan?" lanjutnya.
PBHI Jawa Tengah menegaskan perlunya investigasi menyeluruh dan transparan terhadap tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.
Anindya menyebut tindakan yang melanggar Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian tidak hanya menyalahi aturan internal, tetapi juga melanggar hak asasi manusia (HAM).
Peristiwa penembakan yang menewaskan seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang berinisial GRO (17) memicu perhatian luas.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News