Panggung Teater Beta Pulangkan Emak: Kisah Pedih Keluarga Kecil di Tengah Jerat Ekonomi
Hal itu membuat penonton tidak hanya terharu, tetapi juga berpikir kritis tentang solusi untuk masalah-masalah serupa di dunia nyata.
Salah satu penonton Fandi Abdillah meengatakan pementasan ini bukan hanya sekadar cerita keluarga biasa, tetapi gambaran nyata dari banyak keluarga yang hidup di bawah tekanan ekonomi.
"Bekti adalah cerminan kita semua yang terus berjuang, bahkan ketika harapan terasa jauh," ujar pria yang juga merupakan pegiat musik Kota Semarang itu.
Terlepas dari itu, Fandi menyoroti beberapa kekurangan dalam pementasan, seperti ilustrasi bunyi yang kadang menggangu suasana di panggung, adegan yang terkesan lambat, dan penokohan karakter aktor yang terkadang lepas.
"Pementasan berjalan baik, tetapi terkadang aktor berperan bukan sebagai tokoh yang diperankan. Namun, melalui pementasan ini, mengingatkan bahwa seni teater memiliki kekuatan untuk menjadi kritik sosial yang tajam. Seruan bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih peka terhadap ketidakadilan ekonomi yang terjadi, sekaligus ajakan untuk menemukan solusi bagi mereka yang berada di bawah garis tekanan hidup," katanya.
Persembahan untuk 39 Tahun
Pertunjukan Pulangkan Emak dipersembahkan untuk merayakan usia Teater Beta yang sudah tak muda lagi, yakni 39 tahun. Didirikan pada 8 Desember 1985, teater yang di bawah naungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo itu sudah memproduksi pertunjukan teater sebanyak 86 kali.
"Harapan kami, di usia 39 tahun, Teater Beta makin bergeliat di tengah modernisasi dan bisa menjadi inspirasi bagi penonton yang datang ke pementasan," kata Lurah (ketua,red) [KPT] Beta Sa'bani Khaoirul Ihsani.
Teater Beta Semarang mengangkat kisah Bekti dan keluarga kecilnya dalam keluar dari himpitan ekonomi di pertunjukan Pulangkan Emak.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News