Dapur Mini, Mimpi Besar: Kisah Diki dan 'Hampers' Lebaran

Dalam satu minggu, pencinta musik rock ini bisa menerima hingga 200 pesanan, angka yang tidak main-main untuk sebuah usaha rumahan yang beroperasi di ruang terbatas.
Namun, keterbatasan tak pernah menghalangi kualitas. Sang aktivis pergerakan ini memilih bahan-bahan premium, memastikan setiap gigitan menghadirkan rasa yang berkelas.
Nastar dengan isian nanas yang lumer di lidah, kastengel yang gurih dengan taburan keju melimpah, putri salju yang meleleh dalam sekali gigit. Semua dikemas dalam hampers cantik, siap menghiasi meja keluarga yang merayakan kebersamaan.
Harga hampersnya bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 255 ribu, tergantung isi, dan kemasannya.
Meski beroperasi di kamar indekos, si penggemar skuter Vespa ini tetap menjaga ketertiban. Tak ada tumpukan adonan yang mengotori lantai, tak ada aroma yang mengganggu penghuni lain. Semua pesanan dibuat berdasarkan permintaan, lalu langsung dikirim ke tangan pelanggan.
Di sela kesibukan, ada harapan yang terus tumbuh. Suatu hari, dia ingin memiliki tempat usaha sendiri, ruang yang lebih luas, dapur yang lebih layak, bahkan mungkin bisa membuka lapangan kerja bagi teman-temannya.
"Biar bisa lebih maksimal," ujar lulusan sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar dari sebuah kampus di Kota Semarang dengan pelan, seolah sedang berbicara kepada dirinya sendiri.
Kisah Diki bukan sekadar tentang hampers Lebaran, bukan pula sekadar tentang keuntungan. Ini adalah cerita tentang keberanian melawan keterbatasan, tentang keyakinan bahwa kesuksesan bisa lahir dari ruang sekecil apa pun.
Dalam kamar indekosnya yang sederhana, di antara tumpukan toples, dan pita warna-warni, sebuah mimpi sedang dirajut dengan ketekunan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News