Kupat Jembutan, Tradisi di Semarang yang Terus Tergerus Zaman
Menurutnya, kupat jembutan diselenggarakan sebagai tradisi anak-anak di bulan Syawal, beda dengan saat Lebaran orang dewasa melakukan halal bihalal di pinggiran jalan setelah salat Id.
"Bedanya ketika Lebaran Idulfitri khas dengan opor, kalau sekarang kupat isi kecambah," ucapnya.
Wasidarono menjelaskan tradisi kupat jembutan selalu digelar tiap tahunnya sebagai perekat kebersamaan dan menjaga tali silaturahmi.
Kendati demikian, menurutnya juga menjadi bentuk pertahanan kebudayaan di tengah gerusan zaman dan terjangan pandemi Covid-19.
"Yang penting warga menunjukkan bahwa ini tradisi yang baik untuk diuri-uri budaya," paparnya.
Meski terus tergerus, masih terdapat sekitar lima rumah yang meramu dan membagikan kupat jembutan di depan rumah.
Satu di antara warga, Nur Rohmah, berupaya terus melestarikannya. Dia membagikan sekitar 50 biji kupat untuk bocah di kampungnya.
"Beda dengan waktu saya kecil, setiap rumah membagikan kupat jembutan," tutur Rohmah, wanita 50 tahun ini.
Kupat jembutan menjadi salah satu tradisi di Semarang tiap 8 Syawal. Namun, traidisi ini perlahan redup.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News