Kupat Jembutan, Tradisi di Semarang yang Terus Tergerus Zaman
Terlihat seperti kupat pada umumnya, namun bila dilihat secara dekat, makanan isi beras khas Lebaran itu dibelah tengah dengan isian bumbu dan kecambah.
Menyerupai berambut, lantas masyarakat menyebutnya dengan nama kupat jembut atau kupat jembutan.
Sekilas aneh bila melafalkan kalimat tersebut. Namun dibalik sebutan itu terdapat makna yang mengisahkan perjuangan masyarakat setempat yang hidup penuh kesederhanaan.
Tokoh Masyarakat Pedurungan Tengah, Wasidarono mengatakan tradisi kupat jembutan bagian dari ucapan syukur di bulan Syawal.
Kupat jembutan telah ada sejak ratusan tahun silam. Konon, kupat ini tercipta dari kehidupan warga yang serba terbatas.
"Ini sudah tradisi, acaranya dilaksanakan selepas subuh," jelas Wasidarono saat ditemui awak media di kampung Pedurungan Tengah, Senin (9/5).
Matahari mulai menampakkan diri. Terdengar pukulan tiang listrik dengan batu menjadi tanda waktu bagi-bagi kupat jembutan dimulai.
"Bagi yang tidak sempat membuat bisa memberikan sedekah berupa uang," ujar Ketua RW I Kelurahan Pedurungan Tengah itu.
Kupat jembutan menjadi salah satu tradisi di Semarang tiap 8 Syawal. Namun, traidisi ini perlahan redup.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News