Tanggul Tak Sesuai Kajian, Perumahan Grand Permata Tembalang Banjir
Menurutnya, pengembangan perumahan selain berorientasi terhadap bisnis juga harus memahami kebutuhan rumah atau backlog yang sekarang ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Termasuk pentingnya perizinan baik tata ruang maupun tata bangunan yang telah ditetapkan.
"Kami harap developer juga bisa memahami, mereka butuh bisnis pengembang perumahan. Tolonglah siapkan perumahan yang layak huni, jangan sekadar bisnis. Mereka kalau mau terus mengembangkan rumah tersebut harus disesuaikan dulu karena risikonya ke masyarakat penghuni," katanya.
Dia menyatakan, para pengembang perumahan telah paham segala jenis perizinan. Seperti Ketentuan Rencana Kota (KRK), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.
Disebutkan dalam Undang-undang tersebut, pengusaha properti wajib menyediakan atau mengalokasikan untuk pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebesar 40 persen dari total lahan yang tersedia.
Sisanya yakni 60 persen harus menjadi hunian termasuk halaman rumah.
"Besok kami akan turun ke lapangan, yang jelas perumahan ini kami warning, kalau kami tidak tegas kasihan penghuninya," tutur Irwansyah.
Termasuk pula ketentuan wajib melakukan kajian hidrologis. Aturan tersebut memuat terkait sirkulasi tata air, termasuk perumahan yang terletak di pinggir sungai walaupun ada garis badan sungai harus memenuhi denah pembangunan tanggul yang sesuai.
Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan menindak tegas pengembang perumahan yang tak melakukan kajian teknis tata ruang dan tata bangunan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News