Dua Dekade Kolektif Hysteria: Seni, Kolektivisme, dan Perjuangan Bertahan

jateng.jpnn.com, SEMARANG - Kolektif Hysteria dari Semarang kembali menyebarkan semangat manifesto Tulang Lunak Bandeng Juwana dalam kampanye kolektivisme seni dan budaya di era modern.
Melalui Tur Lawatan Jalan Terus 'Bandeng Keliling', mereka menjelajahi 30 kota/kabupaten di Pulau Jawa dan Bali, dengan salah satu pemberhentian utama di Kota Solo.
Berkolaborasi dengan Rumah Banjarsari, Solo, Kolektif Hysteria menggelar pemutaran film dokumenter Legiun Tulang Lunak: 20 Tahun Centimeters per Year serta peluncuran dua seri buku Tulang Lunak Bandeng Juwana pada Selasa (11/2/2025). Acara ini menjadi ruang refleksi atas perjalanan dua dekade komunitas tersebut dalam dunia seni dan budaya.
Baca Juga:
Melunak untuk Bertahan
Pendiri Kolektif Hysteria Yuswinardi menegaskan filosofi tulang lunak mencerminkan adaptasi komunitas dalam menghadapi dinamika kebijakan pemerintah.
Dulu dikenal sebagai kelompok mandiri yang bertahan dengan dana urunan anggota, kini Hysteria membuka diri untuk bekerja sama dengan pemerintah, termasuk melalui Dana Indonesiana yang baru mereka peroleh dalam tiga tahun terakhir.
Namun, Yuswinardi menekankan tantangan terbesar bukan hanya mendapatkan dana, tetapi juga bagaimana bertahan ketika pendanaan tersebut tak lagi tersedia.
"Justru setelah dapat funding, kita harus berpikir bagaimana tetap berjalan saat funding itu tidak ada lagi," ungkapnya melalui keterangan resmi yang diterima JPNN.com, Kamis (20/2).
Kolektif Hysteria dari Semarang kembali menyebarkan semangat manifesto Tulang Lunak Bandeng Juwana dalam kampanye kolektivisme seni dan budaya di era modern.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News