Kampung Bustaman: Antara Tradisi Gebyuran dan Konflik Ruang Publik

jateng.jpnn.com, SEMARANG - Kampung Bustaman dikenal sebagai salah satu kawasan bersejarah di Kota Semarang yang memiliki budaya khas serta tradisi turun-temurun. Salah satu acara tahunan yang paling dinantikan adalah Gebyuran Bustaman, sebuah ritual khas yang menjadi simbol pembersihan diri menjelang Idulfitri.
Namun, di tengah persiapan menuju perayaan ini, masyarakat Kampung Bustaman dihadapkan pada tantangan besar, yakni kehilangan ruang publik.
Biasanya, warga memanfaatkan bekas rumah pemotongan Hhewan (RPH) sebagai lokasi utama kegiatan sosial, budaya, dan perayaan tradisional mereka. Namun, belakangan ini RPH ditutup secara mendadak setelah terjadi renovasi yang tidak terselesaikan. Keputusan ini menimbulkan ketegangan antara warga dan pihak pemilik lahan, yakni PT Bhumi Pandanaran Sejahtera (BPS).
Penutupan RPH bukan tanpa alasan. Awalnya, bangunan tersebut mengalami renovasi karena kayu-kayu penyangga mulai lapuk. Namun, di tengah proses perbaikan, renovasi terhenti tanpa ada kejelasan. Kayu-kayu bekas yang dibiarkan begitu saja oleh pihak terkait akhirnya dianggap sudah tidak digunakan lagi oleh warga. Melihat hal tersebut, beberapa warga tanpa sepengetahuan pemilik lahan menjual kayu-kayu tersebut.
Hal ini menjadi titik awal konflik. Pihak PT Bhumi Pandanaran Sejahtera (BPS) yang merasa dirugikan oleh tindakan tersebut kemudian mengambil langkah drastis, menutup RPH dan memasang spanduk larangan. Tindakan ini menimbulkan kemarahan dan kekecewaan warga, yang merasa bahwa ruang publik mereka dirampas begitu saja.
Menurut Alyanisa dari perwakilan Pekakota Institute dan Hysteria, kepemilikan lahan RPH memang sudah lama menjadi perdebatan.
"Tanah itu awalnya milik warga Bustaman, lalu dijual kepada pihak BPS pada tahun 90-an. Namun, hingga sekarang tidak ada bukti pembelian yang jelas," ujar Alyanisa, melalui keterangan resmi yang diterima JPNN, Jumat (21/3).
Masalah makin pelik karena bukti sah terkait dengan transaksi lahan oleh PT Bhumi Pandanaran Sejahtera masih simpang siur. Sebagian warga percaya bahwa lahan tersebut seharusnya tetap menjadi hak masyarakat, bukan perusahaan.
Kampung Bustaman dikenal sebagai salah satu kawasan bersejarah di Kota Semarang yang memiliki budaya khas serta tradisi turun-temurun.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News