Data Kemenkumham Diduga Bocor, CISSReC Pertanyakan Keseriusan Negara
Dari sisi pelaku bisnis, lanjut dia, harus mau proaktif melakukan pengamanan pada lembaga mereka. Hal itu mengingat di sektor swasta, usaha meningkatkan keamanan siber pada lembaga masing-masing tersebut memang ada.
Namun, karena ekosistem siber belum dipayungi UU PDP dan perangkat lainnya maka sering kali para pelaku usaha masih harus menghadapi ancaman beraneka ragam.
Ancaman tersebut, kata dia, bisa dari sumber daya manusia (SDM) kurang terlatih, mitra dalam negeri atau vendor yang menjadi sumber kebocoran data, hingga sumber tersebarnya malware (perangkat lunak perusak).
Pratama berpendapat negara juga bisa mengambil jalan panjang dengan pendidikan.
Menurut dia, dengan keamanan siber masuk dalam kurikulum pendidikan dasar maka penting agar dalam jangka panjang semua pengambil kebijakan memiliki bekal cukup terkait dengan keamanan siber.
Hal itu dikemukakan Pratama terkait kebocoran data yang di-posting akun Twitter @txtdrberseragam pada Sabtu (27/8) pagi, tentang kebocoran yang diunggah oleh anggota forum breached.to dengan nama identitas "WaterAndCoffee".
Akun tersebut mengklaim menjual data berisi seluruh pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Akan tetapi, belum disebutkan berapa harga seluruh data yang dijual tersebut. Namun, pengunggah mengeklaim mempunyai lebih dari 85.000 nama dalam daftar pegawai Kemenkumham yang di dalamnya terdapat data pribadi lebih dari 800 megabita.
Dugaan kebocoran data Kemenkumham yang memuat lebih dari 85.000 list dan data pribadi, mencuat ke publik. CISSReC pertanyakan peran negara.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News