Pertunjukan Sepotong Pagi Kritik Ketakutan Manusia Terhadap Kecerdasan Buatan

Pernikahan dalam pertunjukan itu diisi dengan dialog-dialog komunikatif sepasang suami istri yang hanya membagikan kemesraan untuk konten sosial media semata.

"Grand isu itu aku coba kemas dengan layer lebih renyah dikonsumsi lewat kisah cinta di pernikahan. Meskipun pernikahan ini tidak biasa, artinya pernikahan yang hadir di media sosial sebagai konten, bukan real di dunia kita," katanya.

Pertunjukan berdurasi lebih kurang 1 jam 30 menit itu menggunakan sorotan beragam warna proyektor. Pergantian adegan sebagai silang media diisi dengan perubahan layar rekam dan gerak aktor di panggung teater.

"Proses dimulai sejak 2021, filmnya sudah jadi duluan, terus mengalami kemandekan, mungkin tidak laku dan festival-festival juga tidak menerima. Saat itu pun juga belum ada validasi apakah ini teater, film atau apa," ujarnya.

Seusai pandemi Covid-19, Nano mengaku disegarkan dengan sebuah film berjudul 'The Wonderfull Story of Henry Sugar' besutan Wes Anderson. Alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu kian memantapkan diri dengan menampilkan karya pertunjukan silang media.

"Ternyata kami punya konsep yang serupa. Akhirnya dari validasi itu aku coba mengembangkan kembali, menandai lewat wilayah teater. Persilangan media ini akhirnya menjadi konsep baru yang ditawarkan," ujarnya.

Nano berkata pesan yang disampaikan murni kritik terhadap manusia yang takut dengan artificial intelligence. Kecerdasan buatan yang dibuat manusia tersebut menurutnya, bisa dikendalikan di tengah pro dan kontra yang tampak di permukaan publik.

"Kemudian memunculkan isu menarik yaitu, merampas ruang hidup sampai mengalahkan manusia," ujarnya.