Tak Hanya Idulfitri, Warga Semarang Tetap Santap Ketupat Saat Iduladha

Dulu, daerahnya yang menjadi sentra pengrajin selongsong ketupat. Dia tak kesulitan untuk mendapatkan janur. Kini, daerahnya sudah penuh beton kompleks perumahan.
"Dulu cukup ambil di belakang rumah, sekarang harus beli di Salatiga per lembarnya dihitung Rp 400," kata ayah dua anak itu.
Meski begitu, dia tetap melakukannya hingga sekarang. Niatnya adalah selain mencari nafkah untuk keluarga juga menjaga warisan tradisi dari moyangnya meski tergerus zaman.
"Saya biasa menjual satu ikat isi sepuluh itu Rp 10 ribu, tetapi kadang bisa lebih, bisa kurang. Malam takbiran saya pulang," kata Aldi, yang sudah berjualan dua hari yang lalu.
Meski tak semarak Idulfitri, tampak masyarakat berbondong-bondong membeli belongsong ketupat. Seperti yang dilakukan Zuraidah (52), warga Candisari, Kota Semarang.
Dia memborong tiga ikat yang berisi 30 anyaman ketupat. Nantinya, ketupat yang sudah matang akan menjadi menu pengganti beras saat lebaran kurban bersama keluarganya.
"Saya sudah siapkan menu gulai kambing, sate kambing, sama rica-rica," kata ibu enam anak ini.
Idah, begitu dia disapa mengatakan makan ketupat saat Iduladha juga telah menjadi tradisi turun-temurun dari kakek neneknya. Dia mengaku akan mewariskan kepada anak cucunya kelak.
Tradisi santap ketupat juga ada saat Iduladha di Semarang, tak hanya Idulfitri saja.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News