Tragedi Sunarsih: Simbol Perjuangan PRT untuk Perlindungan Hukum di Indonesia

Ada upah tidak dibayar, dipecat sepihak atau dipotong upah oleh majikan karena PRT sakit. Banyak kasus PRT menjadi viral terutama kasusnya sangat parah hingga menyebabkan luka berat hingga kematian.
Catatan tahunan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang juga mencatat bahwa PRT di Jateng masih banyak mengalami kekerasan ketika dirinya bekerja.
Di 2017–2022, LBH APIK Semarang mendapatkan 30 kasus pengaduan kekerasan terhadap PRT dengan rata-rata perlindungan hak PRT belum diakomodir secara optimal.
Kekerasan yang dialami PRT ketika bekerja mencakup kekerasan fisik, psikis, maupun gaji yang tidak dibayarkan si pemberi kerjanya. Bahkan, dua di antaranya menjadi korban kekerasan hingga mengalami cacat seumur hidup, dan tidak mampu bekerja kembali.
Dinamika persoalan PRT yang begitu kompleks menjadi bukti nyata bahwa hari ini PRT tidak memperoleh perlindungan dari negara. Ketidakhadiran negara semakin mendorong PRT jauh dari kondisi kerja yang layak.
Ancaman diskriminasi, pemutusan kerja, pemotongan gaji, hingga kekerasan terus terjadi. Kondisi ini seakan dilanggengkan dengan minimnya implementasi regulasi yang telah eksis dan belum mampu memberikan kesejahteraan bagi PRT.
"Itulah mengapa PRT hari ini masih terus berdiri tegak untuk menyuarakan pengesahan RUU PPRT agar dapat memperoleh hak sebagaimana mestinya," katanya.
Di masa terakhir kepemimpinan DPR RI 2019-2024, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) belum juga disahkan.
Dua dekade berlalu, Sunarsih jadi simbol perjuangan PRT menuntut perlindungan hukum, dan pengesahan RUU PPRT.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News