Kisah Ngatman, Sang Perajin Hiasan Dinding Wayang Kulit Asal Blora
Satu buah hiasan dinding, Ngatman membutuhkan waktu sekitar satu minggu hingga satu bulan. Proses pembuatannya mulai dari menggambar sketsa, menatah (sungging), hingga mewarnai dan bila perlu dipigura.
“Untuk satu buah hiasan dinding wayang ini saya butuhkan waktu lebih kurang satu bulan,” ucapnya.
Ngatman berharap dengan ketekunan menjadi perajin hiasan dinding wayang kulit bisa menebarkan edukasi kepada generasi muda, khususnya untuk mengenalkan wayang kulit kepada merekan, dan melestarikan seni budaya peninggalan leluhur asli Indonesia.
“Saya itu dahulu dalang wayang kulit. Tahun 1966 sudah laris sampai tahun 2000, sekarang sudah tua, menekuni membuat hiasan dinding wayang saja, dan menerima jasa perbaikan wayang kulit,” ungkapnya.
Dia bercerita dulu ketika menjadi dalang, dirinya sempat laris tanggapan wayang kulit, baik orang punya hajat atau peringatan hari besar tertentu. Ngatman mengaku dirinya tidak memiliki wayang dan gamelan sendiri.
“Kalau ada tanggapan, pinjam atau sewa wayang lengkap, dengan pakeliran serta gamelan, juga panjak (penabuh gamelan Jawa) serta sinden,” ungkapnya lirih.
Kini, di usia yang sudah sepuh (tua), dirinya tinggal bersama anak dan cucunya di Desa Sogo, Kecamatan Kedungtuban. Sedangkan istrinya, sudah lama meninggal dunia.
Ketekunan Ngatman banyak mendapat apresiasi dari peminat seni budaya, salah satunya dari mantan Kabid Kebudayaan Dinporabudpar Blora M Solichan Mochtar. Dia mengapresiasi penuh atas karya Ngatman
Ngatman dengan usianya yang sudah tua tak memadamkan semangatnya dalam berkarya membuat hiasan dinding wayang kulit.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News