Kasus DBD & Leptospirosis di Semarang Memakan Korban, Dinkes Tak Tinggal Diam

"Dinkes dan puskesmas harus melakukan skrining aktif. Misalnya, ada daerah yang habis kena banjir atau rob, kami suruh pantau selama tiga minggu berturut-turut," katanya.
Dia mengatakan jika di wilayah pemantauan ditemukan warga yang demam maka petugas akan melakukan pemeriksaan NS1.
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengecek keberadaan protein non-struktural 1 (NS1) guna mendeteksi infeksi virus dengue.
"Leptospirosis juga sama. Misalnya dari keliling-keliling RW ditemukan ada orang demam lebih dari lima hari, langsung dilakukan pemeriksaan antibodi untuk (mendeteksi penularan) leptospirosis," katanya.
"Begitu ditemukan, (penderita) langsung diobati. Tidak harus menunggu dia datang ke puskesmas, apalagi RS (rumah sakit)," ia menambahkan.
Dia mengimbau warga rutin melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) guna meminimalkan risiko penularan DBD.
"Kalau bisa melakukan PSN dua kali (setiap minggu), pasti akan berbeda hasilnya," katanya.(antara/jpnn)
Kasus DBD dan Leptospirosis di Semarang memakan sejumlah korban jiwa di awal tahun ini. Dinkes Kota Semarang turun tangan.
Redaktur & Reporter : Sigit Aulia Firdaus
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News