Pakar Lingkungan Dorong Urban Farming di Kota Semarang Berkelanjutan
Kondisi tersebut, baginya, harus didukung dari berbagai lini pihak. Pasalnya pangan secara real memiliki problem faktor eksternal seperti terjadinya perang Rusia dengan Ukraina yang membuat pasokan bahan pupuk dan gandum tertahan.
"Produksi jalan tetapi begitu ada perang seperti Ukraina dengan Rusia, pupuk saja tidak bisa keluar, gandum juga, lalu negara-negara seperti India dan Vietnam menahan beras itu tren yang sangat harus diperhitungkan dari sisi ketahanan," ujarnya.
Sedari awal, pihaknya turut mendorong Pemkot Semarang hingga bisa konsekuensi dengan pertanian urban. Langkah itu adalah upaya menahan terjadinya konversi lahan. Termasuk memantik anak muda menggeluti kembali profesi petani.
"Saya optimistis kalau program itu didukung oleh satu ekosistem yang namanya rantai pasok pendek yaitu, hubungan hulu dan hilirnya dekat jadi produksi dan pasar di wilayah yang sama," ujarnya.
Mantan Rektor Unika Soegijapranata itu meyakini rantai pasok pendek melalui Toko Pandawa Kita dapat menggiring anggapan bahwa profesi petani benar-benar menghasilkan atau menjadi mata pencaharian.
Selain itu, kata dia penting memberikan pelatihan kepada kelompok petani maupun petani muda untuk memasarkan produksinya. Termasuk penguatan melalui regulasi yang dimudahkan.
"Itu harus dikaitkan dengan gairah pariwisata yang benar-benar tumbuh. Jadi rantai pasok pendek ini hubungan antara industri wisata dan kuliner dengan petani disambungkan. Tanpa itu tidak akan menarik," ujarnya.
Dalam hal ini, dia menyatakan Pemkot Semarang telah mendukung penuh dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Gerakan Pembudidayaan Pertanian Perkotaan di Kota Semarang.
Pertanian urban Kota Semarang mendapat respons positif dari pakar lingkungan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News