Pernyataan Sikap KBM Solo Setelah MPR Perbaiki Nama Baik Soekarno
jateng.jpnn.com, SOLO - Keluarga Besar Marhaenisme (KBM) Solo menyambut pencabutan TAP MPRS No. 33/1967 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dengan menggelar Asung Syukur di Pendopo Kampus AUB Solo, Selasa (24/9) malam. Acara yang dihadiri oleh sejumlah anggota KBM Solo itu berlangsung hikmat.
TAP MPRS No. 33/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno adalah hasil dari Musyawarah Sidang Istimewa MPRS tanggal 7 sampai 12 Maret 1967.
Di dalamnya menyebut bahwa pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya, anggota-anggota MPRS pada khususnya, karena tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi, G30S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.
Selain itu, disebutkan pula bahwa berdasarkan laporan tertulis Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No R-032/67 tanggal 1 Februari 1967, yang dilengkapi dengan pidato laporannya di hadapan Sidang Istimewa MPRS, ada petunjuk-petunjuk bahwa Presiden Soekarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G30S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI.
"Inilah momen yang sangat luar biasa dan kami nantikan. Kami sebagai kaum marhaenis senang dan gembira," ujar Ketua DPK KBM Solo Purwono saat diwawancarai.
Menurutnya, ketetapan MPRS No. 33/1967 telah membelenggu dan mencederai kaum marheinisme selama 57 tahun. Purwono menjelaskan jika ketetapan itu sama sekali tidak membuktikan keterlibatan Soekarno dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
“Kami memberkan apresiasi yang sebesar-sebesarnya kepada MPR RI yang telah mencabut MPRS No. 33/1967. Ketetapan tersebut sama sekali tidak membuktikan keterlibatan Bung Karno terhadap gerakan PKI serta pengkhianatan terhadap bangsa dan negara,” beber dia.
Selain itu, Purwono juga menuturkan tuntutan para anggota KBM Solo terkait dinamika politik yang terjadi. KBM Solo meminta agar pemerintah mengembalikan dasar hukum Indonesia ke isi UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen.
Keluarga Besar Marhaenisme (KBM) Solo beri pernyataan sikap setelah MPR cabut TAP MPRS no. 33/1967.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News