Ritual Kendi Nusantara Dikaitkan Agama, Budayawan: Tidak Bakal Ketemu

Teguh menyebut penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi itu merupakan suatu tradisi yang tidak dapat lepas kebudayaan Indonesia.
"Oleh karena itu, dipandangnya harus dengan konteks kebudayaan," ujar Teguh yang juga Guru Besar Sastra Jawa Unnes tersebut.
Dia pun menanggapi langkah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang turut membawa sedikit tanah beserta air dari Gunung Tidar dan Gunung Lawu.
Menurutnya langkah yang dilakukan Ganjar sesuai dengan pedoman masyarakat Jawa.
Dalam perhitungan Jawa memiliki pedoman empat kiblat, lima pancer. Pedoman tersebut telah menjadi tradisi masyarakat Jawa hingga sekarang ini.
"Orang bangun dalam perhitungan Jawa itu menggunakan empat kiblat lima pancer, empat kiblat lambang dari mata angin dan pancer adalah di tengahnya," jelasnya.
Pancer yang disebut tengah itu diartikan Teguh sebagai kutub yang berada di Gunung Tidar. Di Gunung Tidar sendiri terdapat sebuah paku yang berisi Rajah Kalacakra ditancapkan untuk menjaga keseimbangan.
"Tidar itu menjadi satu di antara pancer, atau kutub kemudian Gunung Lawu menjadi puncak sumber inspirasi," ucapnya.
Simbol-simbol kebudayaan dari etnis tertentu harus dibaca dari konteks kebudayaan jangan dicari makna yang bersifat keagamaan, dalam hal ini tidak bakal ketemu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News