Persadani, Menaungi Eks Napiter Saat Negara Mengabaikannya

“Dari awal setelah keluar dari penjara, saya fokus membantu teman-teman yang baru masuk penjara. Keluarganya bagaimana, anaknya bagaimana. Waktu itu saya berdiri sendiri,” tutur Rizal.

“Korban bukan hanya yang terkena bom, tetapi juga keluarga pelaku terorisme karena dengan teroris dipenjara, tulang punggung keluarga menjadi hilang, stigma pun menghantui mereka,” kata Yusuf menambahi. 

Sadar dengan kesamaan misi tersebut, Yusuf dan Rizal menginisiasi pembentukan wadah yang bisa menjembatani eks nepiter untuk kembali ke tengah masyarakat dan keluarganya. Bersama 4 eks napiter lainnya, mereka mendirikan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) pada pada 8 Maret 2020. Yayasan tersebut diketuai Yusuf, sementara Rizal adalah wakilnya.

“Dengan berdirinya Persadani, pendampingan terhadap eks napiter lebih terorganisir,” kata Yusuf.

Salah satu agenda utama Yayasan Persadani adalah menjemput napiter yang sudah dinyatakan bebas untuk diantarkan ke kampung halamannya. Persadani berperan sebagai mediator antara eks napiter dengan perangkat desa serta warga.

“Ada dialog antara perangkat desa dan warganya yang pernah terlibat kasus terorisme. Ketika sudah saling memahami, kan, enak. Eks napiter bisa diterima dan dirangkul kembali,” tuturnya.

Menurut Yusuf, pendampingan seperti ini yang tidak dilakukan oleh Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT).  Dia mengatakan aksi BNPT hanya sebatas mengantarkan eks napiter ke rumah tanpa ada dialog terlebih dahulu dengan warga setempat. Hal sederhana yang diabaikan BNPT itu, bagi Yusuf seolah membiarkan prasangka buruk terhadap eks napiter tetap hidup di pikiran warga.

“BNPT biasanya hanya mengantar eks napiter ke rumah, setelah itu selesai. Namun, kami menjembatani eks napiter dan warga supaya hubungan bisa terjalin dengan baik,” tuturnya.