Pegiat Pemilu Desak Revisi UU Pilkada Soal Badan Peradilan Khusus
jateng.jpnn.com, SEMARANG - Pegiat pemilu Titi Anggraini memandang perlu perubahan atas Pasal 157 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) terkait dengan pembentukan badan peradilan khusus yang menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
Pasal 157 UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus (ayat 1).
Badan peradilan khusus ini dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional (ayat 2).
Menurutnya sejak ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 55/PUU-XVII/2019 yang tidak lagi mengenal pemisahan antara pemilu dan pilkada, badan peradilan khusus ini sudah tidak relevan lagi.
"Sudah sewajarnya perselisihan hasil pilkada tetap ditangani oleh MK," kata Titi yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA), Senin (27/12).
Di lain pihak, lanjut dia, pembentukannya tidak memungkinkan dari sisi waktu.
Belum lagi faktanya, sampai akhir tahun ini belum ada tanda-tanda persiapan pembentukan badan peradilan khusus ini padahal pilkada serentak nasional 2024 sudah amat dekat.
Menurut anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini, tidak bisa segala sesuatu disiapkan secara mendadak dan tergesa-gesa.
Revisi UU Pilkada Soal Badan Peradilan Khusus didesak untuk direvisi lantaran sudahn tidak relevan, kata pegiat pemilu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News