Intervensi Wartawan di Kasus Penembakan Pelajar Semarang, Pengkhianatan Terhadap Etika
"Mirisnya, potensi pelanggaran ini malah dilakukan oleh wartawan itu sendiri," ungkap Aris.
Menurut Aris, kasus ini menjadi tamparan keras bagi wajah jurnalisme di Semarang. Dia menekankan agar jurnalis memiliki prinsip keberpihakan kepada publik, kebenaran, dan keadilan. Tugas jurnalis juga sudah diikat dalam UU Pers dan Kode Etik sehingga jurnalis diminta supaya menaati rambu-rambu tersebut.
"Wartawan bukan Humas Polri," ujarnya.
Terbongkarnya keterlibatan wartawan dalam mengintervensi kasus ini berdasarkan pengakuan Agung, Paman Gamma korban penembakan Aipda Robig Zaenudin.
Sang paman mengaku intervensi itu terjadi sehari selepas insiden penembakan atau Senin (25/11) malam. Keluarga didatangi Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar bersama seorang wartawan berinisal D dari media daring yang berbasis di Jakarta itu.
"Pak, ini biar beritanya tidak menyebar kemana-mana sebaiknya keluarga korban membuat video pernyataan bahwa sudah mengikhlaskan kejadian ini, tidak akan membesarkan masalah ini, dan masalah hukum selanjutnya diserahkan kepada pihak Polrestabes Semarang," tutur Agung menirukan oknum wartawan itu.
Namun, Agung tak mudah hanyut dalam rayuan. Dia menolak permintaan tersebut karena akan mengobrolkan bersama keluarga besar terlebih dulu. Termasuk, dia menyebut ada faktor kejanggalan dalam penembakan ini.
"Haduh saya tidak mau, terus Pak Kapolrestabes bilang. 'Tidak apa-apa, Pak. Nanti Bapak memberi pernyataan begini saja, lalu dia mengulangi lagi bahwa ini keluarga Gamma mengikhlaskan masalah ini'. Namun, saya tetap tidak mau," katanya.
AJI Semarang mengecam tindakan seorang oknum wartawan yang berupaya mengintervensi keluarga siswa korban penembakan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News