KTN BNPT, Harapan Palsu atau Solusi Jitu bagi Eks Napiter?

Dia menduga M kembali ke jaringan ISIS, salah satunya karena masalah ekonomi. Pada saat M keluar, BNPT hanya mengantarkan ke rumahnya di Temanggung dan menyerahkan uang pembinaan Rp 500 ribu dan bantuan sembako. Setelah itu, selama 1 tahun tidak ada pendampingan apapun dari BNPT.
“Anggaran untuk upaya pemberantasan terorisme hampir Rp 2 triliun (Densus 88 Rp 1,5 triliun, BNPT Rp 431,1 miliar pada tahun anggaran 2022). Uang sebanyak ini lo kok enggak dimaksimalkan untuk pendampingan. Kami tidak dibiayai pemerintah sehingga keuangan sangat terbatas,” katanya.
Harapan palsu?
Penyuluh Agama Kemenag Kota Semarang Syarif Hidayatullah mengatakan fenomena eks napiter menjadi residivis merupakan momok bagi negara.
Syarif sudah belasan tahun terlibat aktif mendampingi eks napiter agar terbebas dari paham radikalisme dan terorisme. Menurutnya, selama ini ada kekecewaan yang mendera eks napiter seusai keluar dari lapas.
“Jadi semacam selama mereka di penjara diberi harapan palsu. Kamu keluar, kamu akan mendapatkan pekerjaan yang layak, macam-macam. Namun, ternyata sampai mereka (napiter) keluar ditunggu-tunggu tidak muncul,” katanya saat ditemui di Gereja IFGF Semarang, Selasa (12/7).
Dia mengatakan tugas negara bukan hanya melakukan pendampingan terhadap eks napiter agar bebas dari paham ekstremisme, tetapi juga memastikan ada rekonsiliasi pascakonflik.
Oleh sebab itu, Syarif sebetulnya lebih mendukung jika BNPT menguatkan kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus mendampingi eks napiter seperti Persadani dan lainnya ketimbang mengirim eks napiter ke KTN.
Program KTN dari BNPT digadang jadi solusi jitu deradikalisasi berbasis kesejahteraan bagi eks napiter. Benarkah demikian?
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News