Bakti Basuh Kaki, Tradisi yang Sudah Jarang Dilakukan Menjelang Imlek

Pemuka warga Tionghoa di Pecinan Semarang itu menegaskan tradisi bakti basuh kaki bertujuan mengangkat kembali intisari Imlek yang berfokus pada keluarga.
"Betapa beruntungnya anak-anak yang masih bisa membasuh kaki mama atau papanya," terangnya.
Sebelum tradisi basuh kaki disudahi, para orang tua dan anak saling berpelukan erat. Ada kata-kata maaf di antara pelukan itu. Suara dari para orang tua terdengar lirih karena tertahan oleh tangis. “Maafkan nenek ya, nak," kata seorang perempuan sepuh kepada cucunya. Air mata membasahi pipi mereka.
Namun, tradisi ini tidak hanya diikuti oleh warga Tionghoa penganut Konghucu. Ada pula warga dari kalangan muslim maupun penganut Kristen yang mengikuti tradisi itu.
Harjanto mengaku mengundang warga penganut agama lain sebagai upaya menjaga silaturahmi dan saling menghormati. Dia menyatakan agama bukanlah tembok penghalang.
Prosesi basuh kaki rampung, usai para peserta dan tamu undangan yang hadir di Rasa Dharma menerima jeruk Mandarin yang melambangkan buah pembawa rezeki.
"Jadi, kalau ada orang yang mau mengikuti ritual seperti ini, ya, monggo-monggo saja dari lintas etnis, agama, golongan, bisa menjadi ajang silahturahmi," tuturnya.
Salah satu peserta bakti basuh kaki, Angelina Cintya, mengaku mengikuti tradisi menjelang Imlek itu untuk menjadi warisan leluhur.
Masyarakat mengenal Imlek dengan pesta dan bagi-bagi angpau. Namun, ada nilai lain yang masih dipertahankan warga Tionghoa, yakni tradisi basuh kaki.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News