Sistem PPDS Bobrok, Budaya Perundungan Dilanggengkan
jateng.jpnn.com, SEMARANG - Polemik kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, yang meninggal dunia diduga karena mendapat perundungan, terus berlanjut.
Keluarga mendiang kali ini meminta Kepala Program Studi (Kaprodi) PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) bertanggung jawab atas kematian korban.
Selain itu, keluarga juga meminta pertanggungjawaban dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atas buruknya sistem PPDS seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Baca Juga:
Pengacara keluarga dr Aulia Risma, Misyal Ahmad menilai sistem Kemendikbudristek bobrok. Kebobrokan sistem PPDS yang melanggengkan budaya perundungan atau bullying antara senior dan junior.
"Kalau ilmu kesehatan di Indonesia sudah cukup bagus, alat-alat kita sudah canggih cuma sitemnya bisa dikatakan bobrok. Ini ranahnya Kementerian Pendidikan yang mempunyai program tidak tahu seperti apa bisa korban seperti ini," ujar Misyal di Polda Jateng, Kamis (5/9).
Pasalnya, temuan investigasi dalam pendidikan dokter spesialis mahasiswa senior yang mengajar junior. Menurutnya, tidak ada prosedur operasional standar atau SOP yang jelas dalam sistem kegiatan belajar mengajar di PPDS ini.
"Sekarang kaprodi harus bertanggung jawab, dia tidak bisa bilang tidak tahu, dan ini yang mengajar seniornya, bukan dokter spesialis, dokter spesialis mengajar yang di atas, yang di atas mengajar bawahnya, hingga tidak jelas SOP programnya, standarnya seperti apa," katanya.
Misyal menyebut ini bukan ranahnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tetapi Kemendikbudristek yang harus bertanggung jawab atas buruknya sistem PPDS di Indonesia.
Keluarga dr Aulia Risma meminta Kaprodi FK Undip dan Kemendikbudristek bertanggung jawab atas bobroknya sistem PPDS.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News