Dari Solo Menembus UNESCO, Sejarah yang Tak Sekadar Euforia

jateng.jpnn.com, SOLO - Ditetapkannya gamelan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Rabu 15 Desember 2021 kemarin, bagi seorang Aton Rustandri Mulyana tidaklah pantas dijadikan sebagai sebuah euforia.

Aton menyebut, penetapan ini adalah sebuah penyadaran bagi para cendekiawan, akademisi dan praktisi gamelan untuk lebih bisa bertanggungjawab atas penetapan itu.

Laporan Romensy Augustino, Solo

DI SALAH satu kantin di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta sekira 18 manit, Aton menceritakan bagaimana ia terlibat dalam proses penetapan gamelan menjadi WBTB UNESCO. Secara detail ia menjelaskan setiap peristiwa seputar penetapan yang dimulai sejak 2014 hingga naskah pengajuan gamelan sebagai WBTB UNESCO selesai disusun pada 2019.

“Dari proses yang panjang dan serius itu tujuan akhirnya bukanlah penetapan,” ungkapnya saat ditemui di seputaran ISI Surakarta, Sabtu (18/12) siang.

Proses itu dimulai oleh salah satu Guru Besar Institut Seni Indonesia Surakarta sekaligus seniman kenamaan tradisional asal Kota Surakarta, Alm. Rahayu Supanggah. Beliau punya obsesi dan mimpi besar pada gamelan bisa tercatat sebagai WBTB UNESCO layaknya Batik, Wayang dan Keris.

“Pada tahun itu, ada inisiasi dari Prof Panggah untuk 'membuat sejarah' tentang gamelan kaitannya dengan WBTB,” kata Aton.

Tak lama, Rektor ISI Surakarta kala itu. Prof. Sri Rochana W. Kemudian membentuk tim yang terdiri dari, Rahayu Supanggah, Aton Rustandri Mulyana, El Suwardi, Joko Purwanto, Raji, Rusdiantoro, Eko Widodo, dan Toyib ada Pak Kirno.